De-independence

Katakanlah hidup memang hanya untuk menunda kekalahan.
Katakanlah memang harus melalui berbagai pertarungan melawan entah siapa atau apa untuk kemudian tetap kalah pada akhirnya.
Tidakkah semestinya pertarungan itu dijalani dengan penuh gairah dan kesombongan?
Karena toh nantinya akan kalah juga, mengapa tak hancurkan, remuk-redamkan sekalian segala-galanya sebelum kekalahan yang tertunda itu kelak datang?

Saya memilih jalan yang ini, yang penuh kesombongan tapi sekaligus sangat penuh kesepian. Bukannya apa-apa. Sebelum nanti akhirnya saya dikalahkan juga oleh nasib, baik saya mengalah saja. Mengalah yang ini memang tidak terhormat, mengalah yang amat mirip dengan menyerah. Saya menolak kalah dan memilih mengalah. Biarlah tak terhormat, keangkuhan saya tak bisa menerima kekalahan itu.

Saya menolak menerima kekalahan dengan menerima kekalahan. Kau tau apa bedanya yang pertama dengan yang belakangan itu? Hampir tidak ada, tapi saya memilih yang awal. Setidaknya saya yang memilihnya, dan bukan dia yang menimpa saya. Begitulah -- cara saya untuk sedikit menghibur diri. Untuk sementara ini dapat mengobati luka hati saya, tapi tidak ada yang jamin apakah kemudian saya akan betah dalam kubangan kegagalan atau justru malah jadi menyatu dengan karat busuk yang terus tumbuh dan mengakar dalam diri saya ini.

Comments