(judul) (1)

Mungkin hidup bukanlah menunda kekalahan. Mungkin malah sebenarnya hidup adalah kekalahan itu sendiri. Kita yang terlempar ke dunia ketika lahir tanpa punya pilihan, adalah awal mula dari kekalahan itu. Dan seiring hidupmu berjalan, kekalahan-kekalahan lainnya terus terakumulasi sampai kelak kau menemui masa dimana kau merasa benar-benar menjadi seorang pecundang, sampah, dan tak berguna. Kau berada di persimpangan yang pilihannya adalah antara kau memilih bahwa hidupmu begitu penuh kekalahan sehingga tidak layak dijalani, atau hidupmu memang adalah kekalahan sejak awal sehingga toh kau tidak kehilangan apapun. 
Lalu biasanya ketika usia sedikit-demi sedikit makin bertambah, kau sadar bahwa kau tak tau apa yang akan kau hadapi kelak ketika kau mati. Kau merindukan kesempatan-kesempatan besar seperti yang kau punya dulu, untuk menjalani kekalahan dan sesekali menegasikannya dengan sedikit kemenangan-kemenangan kecil (kau teringat bahwa untuk itulah dulu kau pernah berjuang dan bersusah-susah, untuk kemenangan-kemenangan kecil itulah). 
Saya tau semua ini dari membaca penyesalan orang-orang terdahulu, yang mereka tuliskan lewat novel dan buku-buku filsafat tidak populer. Tapi nampaknya, memang demikianlah pola kehidupan. Ada masanya pikiran dan perasaan merasa terusik dengan nilai diri sendiri dan orang cenderung mencaci-maki nasib, menyalahkan orang lain atas ketidakbahagiaannya, yang kemudian disambut penyesalan-penyesalan di hari tua.

***

Untuk apa saya menuliskan tulisan macam ini? Tidak tau juga.
Yang jelas pemikiran-pemikiran diatas sudah terlalu memenuhi kepala saya dan benar-benar perlu dikeluarkan. Untuk menceritakannya kepada orang lain adalah hal yang sulit dilakukan, pertama karena memang sudah lama saya tidak bergaul dengan teman-teman lama. Kedua, adalah karena saya sadar tidak banyak orang yang betah dengan pembicaraan ini. Dan ketiga, saya adalah orang yang membosankan dan penuh dengan pikiran-pikiran membosankan pula. Saya tidak bersenang-senang dengan cara yang dilakukan orang pada umumnya, sehingga sudah lama saya tidak membuat pertemanan baru. Jadi menuliskannya adalah satu-satunya sarana yang tersisa. 
Namun, menulis juga terkadang tidak serta-merta meringankan beban pikiran. Saat kau menuliskan hal-hal yang membingungkan atau mengganggumu, kau mungkin bisa mengosongkan isi kepala lalu merasa sedikit lebih tenang. Tapi, menulis juga bisa membuatmu justru semakin memikirkan lebih banyak hal karena kau tak mendapatkan second opinion langsung, yang membuatmu terjebak lagi dalam pikiranmu sendiri.

Saya,
adalah orang yang tegas berada dalam jalur namun sekaligus hilang arah.

Comments