(judul)
Sudah tiga bulan belakangan ini saya jadi mahasiswa magang di sebuah perusahaan konsultan multinasional. Prestise, kata orang. Omong kosong, kalau kata saya. Saya tidak butuh prestise jika harus mengorbankan akal sehat dan kewarasan (dan kemanusiaan diri saya).
Setiap hari, tanda pengenal pegawai saya kalungkan pada leher saya. Berangkat pukul 7 agar tidak ketinggalan bus dan disambung commuter line. Lalu menjalani siklus yang persis itu-itu saja setiap harinya. Sampai muak.
Saya sedang tidak mengeluh. Jelas ada lebih banyak alasan bagi saya untuk tidak mengeluh. It's a good job with good pay, and i'm okay (kalau boleh mengutip sedikit lirik Money dari Pink Floyd). Namun, saya hampir yakin bukan kehidupan seperti ini yang mau saya jalani untuk mencapai tujuan memerdekakan diri. Saya tidak bisa bayangkan hari-hari harus menjalani kantor sampai dengan saya berumur lebih dari dua lima. Itu akan jadi masa yang sangat panjang, and by the time i'm done preparing myself financially and non-financially for a good life, my soul would probably be dead. Lalu apa gunanya?
Itulah kenapa saya benar-benar harus cari cara lain, untuk keluar dari kenyamanan yang menghancurkan ini.
Ini adalah persimpangan betulan. Ya, jelas bukan secara harfiah, but more in a philosopical way.
Semacam itulah.
Untuk sekarang sampai disini dulu,
Salam olahraga
Comments
Post a Comment