Sejarah Gengsi
Gengsi sepertinya adalah permasalahan terbesar dalam hidup saya saat ini. Saya sudah jadi orang yang gengsian mungkin sejak saya bisa mengingat. Tapi belakangan sifat (atau mungkin penyakit) ini nampak makin merugikan diri saya sendiri. Ini seperti kerangkeng yang mengurung perkembangan diri dalam segala aspek kehidupan.
Karena gengsi, saya selalu berpikir dua kali untuk minta bantuan ketika saya butuh. Saya lebih memilih untuk diam dan cari tau sendiri hal yang tidak saya mengerti ketimbang langsung bertanya, lagi-lagi karena gengsi. Mungkin kelihatannya sepele, tapi kadar gengsi dalam diri saya sudah mencapai tingkat akut. Saya sadar betul kejelekan dari mempertahankan gengsi, tapi sangat tidak mudah untuk melepaskannya begitu saja.
Hal ini mulai benar-benar mengganggu pikiran saya sejak kejadian sekitar seminggu yang lalu. Waktu itu saya sedang berada di sebuah tempat fotokopi di kampus untuk mencetak tugas paper kelompok yang harus dikumpulkan di hari itu. Disana saya bertemu dengan dua orang teman sekelas yang juga sedang mencetak tugas yang sama. Ketika sudah selesai mencetak, saya memeriksa tas dan ternyata saya lupa memasukkan dompet ke dalam tas. Benar-benar tidak ada cash sedikitpun yang saya pegang saat itu.
Bagi kebanyakan orang, tentu solusinya sederhana saja : tinggal pinjam uang ke salah satu dari dua orang teman yang ada di sebelah atau sekalian saja ngutang ke bapak penjaga fotokopi. Tapi, bagi saya tidak mudah melakukan hal semacam itu, seperti yang kalian tau karena gengsi. Gengsi ini terlalu besar sehingga saya harus memutar otak berlebih untuk memecahkan masalah yang sebenarnya sangat sederhana. Akhirnya satu-satunya jalan yang terpikir adalah meminjam uang kepada seorang teman yang saya anggap cukup dekat (dan kebetulan waktu itu dia sudah ada di kelas), sehingga saya harus meneleponnya dulu lalu dia datang mengantarkan uang untuk saya pinjam. Ujung-ujungnya dua teman yang sedang ada di samping saya kebingungan dan bertanya-tanya kenapa saya tidak pinjam ke mereka saja. Suasana jadi canggung, sampai-sampai saya merasa sangat bersalah dan sangat malu pada dua orang teman dan si bapak fotokopi.
Cerita tersebut hanya salah satu contoh kecil bagaimana gengsi membuat hidup saya jadi lebih sulit dari yang seharusnya. Belakangan saya jadi sering memikirkan, bagaimana gengsi ini bermula dan makin menguasai diri saya. Setelah saya ingat-ingat dan pikirkan, mungkin ada kaitannya dengan sebuah kejadian ketika saya masih SD.
Suatu hari, kira-kira ketika saya masih kelas satu SD, sedang ada pelajaran kesenian di sekolah. Entah bagaimana detilnya, yang saya ingat waktu itu kami ditugaskan menggambar & mewarnai dan saya tidak membawa alat mewarnai. Saat itu adalah minggu pertama kami masuk sekolah, sehingga saya yang adalah anak pemalu belum punya kenalan atau teman, bahkan saya tidak kenal dengan teman sebangku sendiri. Tugas ini harus dikumpulkan hari itu juga sehingga saya harus meminjam pewarna dari anak lain.
"aku boleh pinjam crayon nya, nggak?"dengan takut-takut saya memberanikan diri meminjam ke anak yang duduk di sebelah saya.
Lalu yang saya ingat, anak itu dengan ketus menolak meminjamkan crayonnya dan itu membuat saya hampir mengeluarkan air mata, tapi tidak. Saya tidak menangis dan mencoba tidak terlihat sedih (mungkin semacam bentuk perlawanan agak tidak terlihat lemah?). Waktu itu saya merasakan patah hati dan penolakan pertama dalam hidup saya. Memori dan ingatan tentang kejadian itu mungkin sudah tidak begitu jelas, tapi saya bisa menyimpulkan perasaan terluka waktu itu cukup hebat sampai-sampai ceritanya membekas bahkan membentuk kepribadian saya sampai saat ini.
Yang saya pahami dari diri saya sekarang adalah bahwa saya benci penolakan. Saya akan memilih hal apapun, tapi tidak penolakan. Inilah cikal-bakal gengsi yang semakin hari semakin sulit saya lepaskan. Saya merasa lebih baik saya tidak minta bantuan (atau meminta apapun) sama sekali kepada orang lain daripada harus menanggung resiko kemungkinan ditolak. Saya tidak tau bagaimana menghilangkan pemikiran itu dari kepala saya dan ini benar-benar sangat mengganggu. Apa yang harus saya lakukan?
Comments
Post a Comment