Es Kopi dan Harimau Harimau
Disinilah saya sore ini, menenggak kopi kaleng seperti menenggak sebotol arak. Saya biasanya tidak minum kopi, tapi kebetulan galon diatas dispenser sudah kering airnya. Cuma ada kopi kaleng dalam lemari pendingin, yang kebetulan dua hari lalu iseng saya beli dengan tujuan merubah selembar uang seratus ribu jadi pecahan yang lebih kecil-kecil.
Kopi hitam rasa original, demikian klaim pada kemasan kalengnya. Satu teguk pertama pahit betul rasanya (saya memang tidak suka kopi hitam), namun lama-lama lidah saya terbiasa dengan rasa pahit dan dingin kopi yang tadinya beku dari lemari es ini. Seteguk, dua teguk.......... sepuluh teguk, kaleng hampir kosong. Sekarang degup jantung jadi tidak keruan, mungkin efek kafein yang dianggap asing oleh tubuh saya. Saya merasa seperti orang yang mabuk setelah menenggak habis sebotol arak. Pikiran melayang kemana-mana, degup jantung makin menjadi, saya benar-benar mabuk kafein.
Di luar langit mendung, sisa-sisa hujan masih terasa di atmosfer. Tidak berapa lama lagi matahari akan terbenam, tapi toh tak akan ada bedanya. Langit sudah gelap semenjak pukul tiga tadi. Saya memandang tembus keluar jendela, menonton burung gereja beterbangan dan nampak hitam di langit yang mendung. Lalu burung-burung itu meninggalkan langit dan langit jadi kosong, seperti pikiran saya juga.
Sebelum sekaleng kopi ini, saya sudah menghabiskan semangkok mie instan rebus sambil menghabiskan membaca "Harimau! Harimau!" karya Mochtar Lubis. Bab terakhir buku ini sangat membekas dan berkesan bagi saya. Adegan saat Pak Haji akan mati dan menyampaikan petuah terakhirnya benar-benar sarat makna dan arti yang dalam
"..sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah dahulu harimau dalam hatimu sendiri..." demikian katanya mengingatkan kepada jiwa yang muda dan angkuh akan keberadaan harimau dalam tiap-tiap hati manusia.
Sebelum sekaleng kopi ini, saya sudah menghabiskan semangkok mie instan rebus sambil menghabiskan membaca "Harimau! Harimau!" karya Mochtar Lubis. Bab terakhir buku ini sangat membekas dan berkesan bagi saya. Adegan saat Pak Haji akan mati dan menyampaikan petuah terakhirnya benar-benar sarat makna dan arti yang dalam
"..sebelum kalian membunuh harimau yang buas itu, bunuhlah dahulu harimau dalam hatimu sendiri..." demikian katanya mengingatkan kepada jiwa yang muda dan angkuh akan keberadaan harimau dalam tiap-tiap hati manusia.
Matahari sudah turun menyisakan mendung yang kelam, kaleng sudah kosong pula. Waktunya saya pamit undur diri menenangkan jantung yang makin berdebar. Memang kafein sialan.
Comments
Post a Comment