Pertaruhan

Dalam perjalanan menuju kampus pagi ini, sebuah pemikiran aneh muncul dalam kepala saya. Bagaimana kalau saya diberi pilihan untuk memindahkan tanggungjawab mengikuti ujian analisis dan valuasi bisnis hari ini kepada salah satu orang di dalam gerbong kereta yang saya naiki saat ini? Siapakah orang yang pantas saya amanahkan untuk menanggung tugas besar tersebut?

Saya amati lekat-lekat wajah seorang perempuan paruh baya yang bersama suami dan anak gadisnya berdiri di dekat saya, mereka masing-masing menjinjing tas besar yang biasa dibawa orang ketika akan mudik atau bepergian jauh. Tidak mungkin Ibu ini paham soal asumsi makroekonomi yang dapat mempengaruhi forecast dan valuasi perusahaan yang terdaftar di bursa saham. 
Si suami juga jelas akan lebih faseh soal seluk-beluk jalanan kota Jakarta ketimbang analisis rasio finansial. 
Bagaimana dengan anak si anak gadis? Tidak, saya tidak bisa mempertaruhkan nilai UTS saya pada anak yang sepanjang perjalanan dari Depok sampai Cikini hanya sibuk menonton seri drama korea lewat layar ponsel pintar. 
Terlebih dia nampak tidak peduli dengan keberadaan orang tuanya. 
Sialan benar. 
Disaat saya harus menunggu setahun sekali untuk bisa pulang ke rumah waktu libur lebaran dan menghabiskan waktu dengan keluarga, dia enak saja begitu abai. 
Saya tidak peduli walau otaknya super cerdas sekalipun, orang seperti itu tak bisa dipercaya. 

Lalu siapa? Apa mungkin untuk memilih bocah balita yang nampaknya sedang akan berlibur ke kota dengan kakek-neneknya itu? 
Kemungkinan terbaik dari pilihan ini adalah, si bocah akan menulis jawaban paling jujur dan lugu soal bagaimana nilai bisnis dan keuangan perusahaan sama sekali tidak penting, sementara bermain dan bersenang-senang adalah nilai paling tinggi untuk valuasi terhadap apapun.

Bubar. Dosen saya bisa-bisa mengundurkan diri. 
Saya akan turun langsung saja lah, sejak awal toh memang tak ada pilihan.

Comments

Popular Posts